Saya kok yang bodoh, bukan orang lain, mana berani saya bilang orang lain bodoh, emang saya udah pinter apa? udah nyampe IP 4 apa? udah disayang kanjeng mami karena selalu buat asistensian? mimpi kar!
Saya yang bodoh,
saya nggak bisa ngomong di depan orang banyak. Bodoh banget, kenapa saya harus nggak berani, kenapa saya harus nggak pede ngomong, bahkan mengungkapkan pendapat aja saya nggak berani.
Bodoh banget.
Begitu juga ketika teman saya sedang dijatuhkan, saya tetep nggak bisa ngomong. Bahkan, saya dan teman-teman saya sedang disudutkan, dengan seorang teman yang dulu dengan sangat senangnya bilang bahwa ia ‘teman kami’ ternyata sekarang ‘serigala berbulu domba’.
Saya tetep nggak ngomong membela temen saya, nggak sama sekali.
Saya cuma berani nulis, dengan harapan tulisan saya menjadi salah satu media pengganti mulut saya yang bodoh ini. Berbagai macam pendapat pasti muncul, bisa saya dibilang pecundang, atau dibilang norak karena menulis di media sosial, iya, pasti ada.
Omongan-omongan jelek itu pasti ada selama nafas ini masih terus keluar masuk lewat hidung. Selama kaki ini masih menapak di bumi, jangan harap orang akan berhenti membicarakan suatu kejelekan, jangan harap.
Saya cuma nyesel, hari ini, ketika seseorang itu berbicara, mengenai saya dan teman-teman saya - walau secara tidak langsung - di hadapan orang-orang, walau hanya beberapa kata, tetapi saya tau itu untuk saya dan teman saya.
Saya tetap hanya diam.
Hah, saya sedih. Teman macam apa saya ini.
Seperti kutipan lagu, hidup ini memang panggung sandiwara. Semua orang hanya berlakon.
Ketika di depan dan di belakang, semua menjadi berbeda. Mungkin hal itu wajar terjadi, karena kata ‘depan’ dan ‘belakang’ sendiri saja sudah berbeda, jangan heran kalau orang bisa bersikap berbeda ketika di depan dan di belakang.
No comments:
Post a Comment